Sunday, August 27, 2017

"Buat apa shalat, bapak yang shalat terus saja tidak amanah" kata Anakku Pertama.

Saya memang bukan dari keluarga yang beragama, atau tepatnya bukan dari kalangan santri. Ibu-bapakku setahuku, sejak saya kecil tidak melaksanakan shalat lima waktu. Tapi sejak saya remaja, saya anak mushala. Bahkan tidurnya pun sering di mushla, baik karena di rumah tidak punya kamar untuk saya, atau mungkin lebih senang tidur dimushala. Saya sejak remaja aktivis PII (Pelajar Islam Indonesia), bahkan sebagai pendiri PII Ranting Panggung Tegal.



Ketika menginjak pemuda, saya menjadi Ketua Umum Pimpinan Pemuda Muhammadiya, dan setelah dewasa aktivis Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Tegal, sebagai Ketua Manjlis Ekonomi di era H. Hisyam Adnan. Dalam memberi nama anak-anak pun saya sangat hati-hati. Yang pertama saya beri nama Syarif Hidayatullah, yang kedua bernama Hajar Intan Pertiwi, dan yang bontot saya beri nama Yusuf Hafizun Alim.

Semua anakku saya sekolahkan di sekolah terbaik di kota Tegal, di TK Bias Assalam, di rumah juga ada guru mengaji sampai mereka SMA. Dan Alhamdulillah hafalan surat Al-Quran mereka cukup untuk shalat. Mereka melakukan ibadah seperti umumnya anak-anak melakukan ibadah.

Tapi saat kami bangkrut dalam bisnis. Dan kami tetap mengingatkan pada mereka tetap ibadah, salah seorang anak, yakni anak pertama saya menjawab dengan tegas. "Ngapain shalat? Wong Bapak rajin shalat saja tidak amanah dalam bisnis. apa bedanya dengan orang tidak shalat." Ketika mendengar jawaban anak yang saya cintai itu, aku diam. Hanya memandang wajahnya. Aku tidak bisa menjelaskan apa-apa. Tapi hati saya remuk dan hancur. Sudah emapat tahun ini anak saya ini tidak pernah shalat lagi.

Aku mengartikannya sebagai bentuk kemarahan pada saya dan situasi. Jadi saya tidak membantah. Dan saya tidak menunjukkan kemarahan pada anakku itu. Dan aku selalu menghibur istriku, bahwa suatu saat pasti anak pertamaku itu pasti kembali  melakukan ibadah . Dia kan anakku, tidak akan jauh lari dari kebiasaanku.

Aku menceritakan disini bukan berarti aku lagi menjelek-jelekkan anakku sendiri, atau akau benci sama anakku. Tapi untuk menunjukkan bahwa iman itu naik dan turun, dan iman itu adalah proses. Alhamndulillah aku sangat sayang pada semua anak-anakku, termasuk yang tidak mau shalat. Hampir tiap hari saya mengantar anakku ke tempat kerjaan, karena terbatasnya motor di rumah. Kadang juga menjemputnya. Dan itu rutin saya lakukan dengan wajah senang dan gembira.

Dan tiap hari, saya selalu membangunkan anak-anakku untuk shalat shubuh, termasuk anak pertamaku yang belum mau shalat. Tapi aku tidak memaksanya. Kadang saya curhat sama sahabatku yang ustad, kenapa yang anakku yang satu ini masih tidak mau shalat. Dengan wajah serius, temanku menjawab, "mungkin nanti dia akan jadi orang alim ulama." Saya hanya mengaminkan.

Alhamdulillah saya semakin mapan mentalnya menghadapi situasi ini, dan tetap punya optimisme yang tinggi terhadap masa depan anak-anakku, meski tidak semua kuliah. Aku tetap mencintai anak-anakku.

4 comments:

  1. Banyak anak muda yang berperilaku sebagaimana putra mas Zaenal: tidak mau sholat. Mereka yang kita kenal sebagai santri ternyata banyak yang sholatnya bolong-bolong. Para santri yang masuk perguruan tinggi dan berkenalan dengan filsafat kebanyakan mengalami shock dan ingin berubah menjadi jadi sesuatu yang baru, dan caranya adalah meninggalkan hidup sebagai santri. Di antara yang paling menyolok adalah meninggalkan sholat. Akan tetapi setelah beberapa tahun tidak sholat, akhirnya toh mereka mengalami kekosongan dan merindukan sesuatu yang telah hilang, yaitu sholat.

    Jadi, jangan khawatir, mas Zaenal. Selama Anda selalu memberi contoh dengan selalu rajin sholat, diam-diam putra anda akan mengikuti. Insyallah.

    ReplyDelete
  2. Matur suwun mas ABduh, aamiin hya Alllah.

    ReplyDelete
  3. Saya hanya mencoba menganalisa, kemudian berpendapat. Menurut saya, tidak mengurangi rasa kagum saya kepada sosok Mas Zenal yang begitu ulet dan tabah mendidik anak, bahwa benih iman yang tertanam belumlah kokoh. Mudah patah dan rapuh. Tidak semata karena tinggal solatnya sekarang, jangan-jangan malah sebelum 4 tahun lalu tanp sepengetahuan mas zenal beliau sering abai solatnya....
    Pengalaman menarik ketika saya beberapa lama tinggal di Sumenep Madura. Ada satu desa di sana yang warganya kebanyakan adalah copet di pasar-pasar. Uniknya ketika perjalanan pulang dari mencopet di pasar dengan berjalan kaki dan masuk waktu dzuhur mereka langsung ambil wudhu dan solat di mana pun di temukan mushola atau bahkan batu besar di tengah sawah. Mereka memang terbiasa melaksanakan salat lima waktu semenjak kecil.

    ReplyDelete

PERLUKAH KITA BERMEDSOS KETIKA KITA SEDANG MENGALAMI BANGKRUT DAN DIVONIS PENYAKIT KRITIS.

PERLUKAH ORANG YANG SEDANG BANGKRUT DAN DIVONIS SAKIT KRITIS, BERMEDSOS RIA? Memang tergantung pilihan. Ada orang yang memilih menyendiri da...