Tuesday, August 22, 2017

Utang Rp.100 juta, nyicil sebulan Rp. 100 ribu.

Hal yang paling sulit dalam negosiasi adalah nego kepada penagih utang. Sebagai orang yang sedang bangkrut tentu mengalami tekenan-tekanan dari penagih utang. Karena kesal mereka tidak jarang menghina kepada kami. Dan tidak jarang dengan ancaman-ancaman. Karena kami memang tidak adauang untuk mengembalikan dengan segera, kami tidak janji tapi nego. Adakalanya berhasil ada kalanya tidak berhasil. Ini sangat melelahkan secara fisik dan juga secara mental.

Yang tampak semakin panik dan trauma adalah anak-anak. Mereka tampak ketakutan saat ada sang penagih utang marah-marah dan berteriak. Kalau ada orang mengetuk pintu, anak bungsuku langsung berkeringat dan bilang "ada orang nagih utang." Padahal belum tentu itu penagih utang. Tapi itu respon spontan anak bungsuku.

Trauma ada tamu seperti ini berlangsung lebih dari tiga tahun. Saya sebagai orang tua yang selalu mendidik dan menjaga anak, dengan keadaan seperti ini tentu mencemaskan saya sendiri. Tapi pelan-pelan trauma ini hilang bersama waktu. Dan berubah dengan menerima kenyataan dan pasrah.

Yang kedua adalah ibuku. Karena terlalu banyaknya tekanan, atau mungkin karena usia yang menua, ibuku akhirnya kena penyakit jantung. Untuk ibuku ini saya merasa bersalah dan berdosa. Karena ibuku semakin tidak nyaman di rumah. Saya sudah sering bilang sama ibuku, supaya ikut adikku yang cukup makmur, tapi selalu jawabnya, biar ikut saya saja.

Jusru ucapan itu membuat saya semakin merasa berdosa. Dititipi Allah seorang ibu saja tidak bisa membahagiakannya justru membikin sering cemas dan tidak nyaman. Godaan untuk pergi ke orang pinter dan kyai selalu datang kepada saya. Cuma saya dari dulu tidak percaya ada orang pinter atau kyai yang bisa menyelesaikan  masalah orang lain. Yang bisa memecahkan masalah kita adalah kita sendiri.

Ada kabar slentingan, ada anak muda yang mempunyai kasus hampir mirip dengan saya, dia menerima investasi lebih dari dua milyar dari banyak orang, Rumah makan yang yang dijadikan andalah omsetnya justru tidak berkembang, buka cabang juga tidak berkembang. Akhirnya dia tidak bisa mengembalikan investasi itu. Kabarnya dia punya pengacara yang siap membantu dan tidak komersil.

Akhirnya saya datang ke anak muda itu, dan saya diberi alamat. Saya dan istri datang ke pengacara muda yang juga sebagai pengurus Pesantren itu. Rumahnya sangat sulit ditempuh, dan anak muda yang tampak tulus ini tidak memasang tarif, bahkan tidak meminta uang. Setelah saya dan istri saya menyampaikan permasalahannya, dia termenung dan berkata: Ibu sayang anak-anak apa sayang diri ibu sendiri. Kalau sayang anak-anak, lepaskanlah beban itu jangan ditimpakan pada anak-anak. Biarkanlah anak-anak dengan bimbingan Tuhan memilih jalannya sendiri. Dan ibu dengan ikhlas siap dipenjara. Tapi kalau ibu memilih diri ibu sendiri, anak-anak seumur hidup menderita karena persoalan ibu.

Akhirnya istri dan saya menyatakan siap melindungi anak-anak, dan kami menyerahkan segala persoalan dan data kepada pengacara yang santri itu. Dan kami menyerahkan diri kepada para penagih utang dengan ikhlas. Kami siap dipenjara. Dari situ, mereka mulai berfikir, bahwa mereka memilih jalan kompromi dan membiarkan kami bekerja untuk mengembalikan utang-utang mereka meski dalam waktu yang tidak menentu.

Setiap penagih utang datang saya sampaikan pesan pengacara itu pada mereka. Satu persatu mereka memilih menunggu kebaikan finansial saya, dan mereka percaya bahwa saya bisa mengembalikan utang-utang meski dengan sabar.

Mereka sering datang tapi bukan untuk menagih utang, hanya menanyakan bagaimana sudah bisa nyicil? Saya bilang belum. Dan ada saya penagih yang selalu mengancam dan pernah lapor polisi, yang akhirnya dicabut, minta saya menyicil sekecil berapapun yang penting ngangsur.

Setelah semua habis dan kami hidup terlunta-lunta, tidak bisa bayar kontrak rumah, sampai kemudian dipinjami rumah oleh seorang teman,  tanpa bayar dan bersedia pindah manakala ada yang mau beli. Setelah rumah itu terjual, kami pun bingung mau pindah kemana. Tapi Allah selalu menolong umatnya. Saya dapat tawaran tetangga untuk melanjutkan kontrak rumah, hanya 8 bulan, kami hanya bayar Rp. 2 juta. Akhirnya bisa pindah sesuai rencana.

Setiap orang yang menagih, saya pasrah. Kalau masih percaya berilah waktu. Dan melihat keadaanku yang begitu tak mampu. Malah ada yang meminta nyicil semampuku. Aku bilang bagaimana kalau sebulan Rp. 100 ribu (padahal utangku lebih dari Rp.100 juta), dan disetujui. Kami sudah ngangsur lebih dari dua tahun.

Kepada penagih utang selalu saya mengatakan, doa kan aku selalu sehat, insya Allah saya bisa Jaya kembali. Dan mereka Alhamdulillah berlaku sopan - sopan. Dan saya mulai merintis usaha, meski  tanpa modal, bahkan hp pun suka dijual karena untuk kebutuhan makan. Semua ini tentu saja pertolongan Allah semata.

Dalam proses itu, saya terus membaca buku dan Al-Qurna. Siang dan malam. Saya makin melihat keagungan Allah. Dan bertambah bersyukur. Keluarga utuh, meskipun luka anak-anak belum sembuh betul.

Aku alhamdulillah tidak pernah emosi, meski dihina apa pun oleh penagih yang tidak sabar. Itu betul-betul ilham dari Allah semata.

No comments:

Post a Comment

PERLUKAH KITA BERMEDSOS KETIKA KITA SEDANG MENGALAMI BANGKRUT DAN DIVONIS PENYAKIT KRITIS.

PERLUKAH ORANG YANG SEDANG BANGKRUT DAN DIVONIS SAKIT KRITIS, BERMEDSOS RIA? Memang tergantung pilihan. Ada orang yang memilih menyendiri da...