Saturday, August 26, 2017

Bunda: "Kalau kamu putus asa, bagaimana dengan nasib anak-anakmu?"

Ketika semua harapan sudah tertutup, bahkan peluang pun seoah tidak ada lagi untuk hidup aman. Seakan di depan mata dan nun jauh disana tidak ada jalan lagi buat hidup. Hujatan-hujatan orang, teman-teman yang mulai menjauh, dan terutama mitra-mitra juga sangat jauh. Berdoa kepada Tuhan pun seolah tidak mungkin. Ada bisikan ibunda yang begitu pelan dan setengah menangis putus asa.


"Kalau kamu putus asa, bagaimana dengan nasib anak-anakmu?" Dengan muka merah aku bilang ya, ya Mak. Anak-anakku sudah demikain menderita, seperti dilorod nyawanya. Yang pertama, sedang tekunnya belajar ekonomi di Universitas Sebelas Maret, Solo, terpaksa saya suruh pulang, dan saya cerita bahwa kami sedang kesulitan keuangan yang sangat. Saya tidak tahu perasaan anak saya itu. Bagamiana ijin sama teman-temannya, dan apa yang diomongkannya. Dan lagi mungkin bagaimana bicara dengan pacarnya. Saya tidak mau membayangkan itu. Yang penting harus segera pulang. Anakku yang kedua pun mengalami nasib yang sama. Begitupun yang ketiga.

Di rumah tekanan begitu hebat. Dan tidak ada rasa nyaman sama sekali, tak ada satupun orang yang membela. Saya tidak tahu mereka sebagai anak, melihat orang tuanya jatuh dan dihujat. Karena itikad baik, semua milik kami dijual rumah, motor, laptop TV apa saja dijual. Hanya satu kalimat yang terasa ajaib buat saya, yakni kaimat Emak yang dibisikkan begitu penuh makna, bahwa saya tidak boleh aleman (manja) anak-anak masih butuh ketegaran saya. Dan kekuatan mental saya.

Tapi untuk melaksanakan  apa yang dianjurkan Emak tidak semudah membalikkan telapak tangan. Selalu saja tergoda untuk putus asa, meskipun sudah saya jual semua yang kami punya. Saya bolak-balik mempelajari Al-Quran, terutama surat Yusuf, saya gali dan terus saya gali. Ternyata disana ada yang dicontohkan oleh nabi Yusuf, ikhlas, dan jangan mengeluh. Ikhlas pun ternyata hanya mudah diucapkan tapi sangat sulit dilaksanakan, karena itu soal hati. Dan aku terus menggali buku-buku tentang manusia, tentang orang yang sudah terancam mati karena sakit. Terutama sakit berat seperti kanker dan gagal ginjal.

Saya jadi ingat seorang pasien yang bareng masuk RSI bareng saya, dia menderita kanker payudara, hampri selama 14 tahun tetap bertahan hidup dan tetap bisa gembira, padahal di sudah ditinggal suaminya untuk menikah lagi dengan yang lain. Tapi  dia tidak perduli, ibu ini orang Kramat Kab. Tegal.

Kemudaian saya ingat dulu sekali peranah ketemu mas Radar, seorang budayawan, gagal ginjal, belaiu menderita sudah lebih dari 15 tahun, tapi bertahan hidup dan tetap bisa berkarya sampai saat ini. Saya jadi semangat, tidak ada yang tidak mungkin, kalau orang seperti saya yang sudah habis dan dibully, bisa jaya kembali.

Hampir dua tahun saya menghindar dari undangan pernikahan anak-anaknya teman, juga menghindar dari kegiatan pengajian-pengajian. Saya menutup diri, minder rasanya. Meskipun kesadaran akan ikhlas dan optimisme mulai tumbauh, tapi belum juga berbuat apa-apa.  Facebook untuk beberapa waktu menjadi medan hujatan yang diberikan orang yang tidak puas dengan kami.

Disitulah saya mulai sakit, dirawat di Rumah Sakit, dan juga Emak saya sudah mulai kena penyakit jantung. Meskipun mungkin darena faktor ketuaan, atau mungkin juga karena tekanan mental yang cukup lama. Saya jadi berasa bersalah pada ibuku. Tapi aku bilang pada ibuku, insya Allah aku makin tenang dan akan bangkit kembali, mohon doa saja ya Mak. Ibuku bilang jangan kuatir.

Dan yang saya kagumi pada Emakku, meskipun saya lagi bangkrut, dan jarang makan teratur, tapi emakku memilih menunggui aku dibandingkan ke adikku di Jogja. Dan alhamdulillah atas ijin adikku, hal itu dibolehkan.

Karena saya dan ibuku sudah menjadi langganan dokter, terpaksa ikut BPJS. Dan ikut BPJS mengharuskan semua anggota KK harus ikut, termasuk yang jarang sakit. Apalagi untuk ikut BPJS untuk makan sehari-hari saja susah. Alhamdulillah adikku mau membiayai aku dan ibuku, adapaun yang lain atas biaya kami.

Jujur saya belum bisa menyembuhkan mental anak-anak dari tekanan mental yang dahsyat itu. Biarlah waktu yang akan menyembukannya.

No comments:

Post a Comment

PERLUKAH KITA BERMEDSOS KETIKA KITA SEDANG MENGALAMI BANGKRUT DAN DIVONIS PENYAKIT KRITIS.

PERLUKAH ORANG YANG SEDANG BANGKRUT DAN DIVONIS SAKIT KRITIS, BERMEDSOS RIA? Memang tergantung pilihan. Ada orang yang memilih menyendiri da...